Pasang BENNER dan dapatkan dolar tiap kunjungan. Mau...? klik DI SINI

Referral Banners

Selasa, 09 Desember 2014

SUBHAANALLOOH...! ALLOOHU AKBAR...! (BOCAH AJAIB KUASA ALLAH)


SYARIFUDDIN KHALIFAH KINI TELAH DEWASA, BAYI AJAIB NON-MUSLIM AFRIKA
Kembali mengingat peristiwa tahun 90-an, dunia saat itu gempar dengan berita besar seorang bayi berumur 2 bulan dari keluarga Katholik di Afrika yang menolak dibaptis. “Mama, unisibi baptize naamini kwa Allah, na jumbe wake Muhammad” (Ibu, tolong jangan baptis saya. Saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad).
Ayah dan ibunya, Domisia-Francis, pun bingung. Kemudian didatangkan seorang pendeta untuk berbicara kepada bayinya itu: “Are You Yesus?” (Apakah kamu Yesus?).
Kemudian dengan tenang sang bayi Syarifuddin menjawab: “No, I’m not Yesus. I’m created by God. God, The same God who created Jesus” (Tidak, aku bukan Yesus. Aku diciptakan oleh Tuhan, Tuhan yang sama dengan yang menciptakan Yesus). Saat itu ribuan umat Kristen di Tanzania dan sekitarnya dipimpin bocah ajaib itu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bocah Afrika kelahiran 1993 itu lahir di Tanzania Afrika, anak keturunan non Muslim. Sekarang bayi itu sudah remaja, setelah ribuan orang di Tanzania-Kenya memeluk agama Islam berkat dakhwahnya semenjak kecil. Syarifuddin Khalifah namanya, bayi ajaib yang mampu berbicara berbagai bahasa seperti Arab, Inggris, Perancis, Italia dan Swahili. Ia pun pandai berceramah dan menterjemahan al-Quran ke berbagai bahasa tersebut. Hal pertama yang sering ia ucapkan adalah: “Anda bertaubat, dan anda akan diterima oleh Allah Swt.”
Syarifuddin Khalifah hafal al-Quran 30 juz di usia 1,5 tahun dan sudah menunaikan shalat 5 waktu. Di usia 5 tahun ia mahir berbahasa Arab, Inggris, Perancis, Italia dan Swahili. Satu bukti kuasa Allah untuk menjadikan manusia bisa bicara dengan berbagai bahasa tanpa harus diajarkan.
a. Latar Belakang Syarifuddin Khalifah
Mungkin Anda terheran-heran bahkan tidak percaya, jika ada orang yang bilang bahwa di zaman modern ini ada seorang anak dari keluarga non Muslim yang hafal al-Quran dan bisa shalat pada umur 1,5 tahun, menguasai lima bahasa asing pada usia 5 tahun, dan telah mengislamkan lebih dari 1.000 orang pada usia yang sama. Tapi begitulah kenyatannya, dan karenanya ia disebut sebagai bocah ajaib; sebuah tanda kebesaran Allah Swt.
Syarifuddin Khalifah, nama bocah itu. Ia dilahirkan di kota Arusha, Tanzania. Tanzania adalah sebuah negara di Afrika Timur yang berpenduduk 36 juta jiwa. Sekitar 35 persen penduduknya beragama Islam, disusul Kristen 30 persen dan sisanya beragam kepercayaan terutama animisme. Namun, kota Arusha tempat kelahiran Syarifuddin Khalifah mayoritas penduduknya beragama Katolik. Di urutan kedua adalah Kristen Anglikan, kemudian Yahudi, baru Islam dan terakhir Hindu.
Seperti kebanyakan penduduk Ashura, orangtua Syarifuddin Khalifah juga beragama Katolik. Ibunya bernama Domisia Kimaro, sedangkan ayahnya bernama Francis Fudinkira. Suatu hari di bulan Desember 1993, tangis bayi membahagiakan keluarga itu. Sadar bahwa bayinya laki-laki, mereka lebih gembira lagi.
Sebagaimana pemeluk Katolik lainnya, Domisia dan Francis juga menyambut bayinya dengan ritual-ritual Nasrani. Mereka pun berkeinginan membawa bayi manis itu ke gereja untuk dibaptis secepatnya. Tidak ada yang aneh saat mereka melangkah ke Gereja. Namun ketika mereka hampir memasuki altar gereja, mereka dikejutkan dengan suara yang aneh. Ternyata suara itu adalah suara bayi mereka. “Mama usinibibaptize, naamini kwa Allah wa jumbe wake Muhammad!” (Ibu, tolong jangan baptis saya. Saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad).
Mendengar itu, Domisia dan Francis gemetar. Keringat dingin bercucuran. Setelah beradu pandang dan sedikit berbincang, mereka memutuskan untuk membawa kembali bayinya pulang. Tidak jadi membaptisnya.
Awal Maret 1994, ketika usianya melewati dua bulan, bayi itu selalu menangis ketika hendak disusui ibunya. Domisia merasa bingung dan khawatir bayinya kurang gizi jika tidak mau minum ASI. Tetapi, diagnose dokter menyatakan ia sehat. Kekhawatiran Domisia tidak terbukti. Bayinya sehat tanpa kekurangan suatu apa. Tidak ada penjelasan apapun mengapa Allah mentakdirkan Syarifuddin Khalifah tidak mau minum ASI dari ibunya setelah dua bulan.
Di tengah kebiasaan bayi-bayi belajar mengucapkan satu suku kata seperti panggilan “Ma” atau lainnya, Syarifuddin Khalifah pada usianya yang baru empat bulan mulai mengeluarkan lafal-lafal aneh. Beberapa tetangga serta keluarga Domisia dan Francis terheran-heran melihat bayi itu berbicara. Mulutnya bergerak pelan dan berbunyi: “Fatuubuu ilaa baari-ikum faqtuluu anfusakum dzaalikum khairun lakum ‘inda baari-ikum, fataaba ‘alaikum innahuu huwattawwaburrahiim.”
Orang-orang yang takjub menimbulkan kegaduhan sementara namun kemudian mereka diam dalam keheningan. Sayangnya, waktu itu mereka tidak mengetahui bahwa yang dibaca Syarifuddin Khalifah adalah QS. al-Baqarah ayat 54.
Domisia khawatir anaknya kerasukan setan. Ia pun membawa bayi itu ke pastur, namun tetap saja Syarifuddin Khalifah mengulang-ulang ayat itu. Hingga kemudian cerita bayi kerasukan setan itu terdengar oleh Abu Ayub, salah seorang Muslim yang tinggal di daerah itu. Ketika Abu Ayub datang, Syarifuddin Khalifah juga membaca ayat itu. Tak kuasa melihat tanda kebesaran Allah, Abu Ayub sujud syukur di dekat bayi itu.
“Francis dan Domisia, sesungguhnya anak kalian tidak kerasukan setan. Apa yang dibacanya adalah ayat-ayat al-Qur’an. Intinya ia mengajak kalian bertaubat kepada Allah,” kata Abu Ayub.
Beberapa waktu setelah itu Abu Ayub datang lagi dengan membawa mushaf. Ia memperlihatkan kepada Francis dan Domisia ayat-ayat yang dibaca oleh bayinya. Mereka berdua butuh waktu dalam pergulatan batin untuk beriman. Keduanya pun akhirnya mendapatkan hidayah. Mereka masuk Islam. Sesudah masuk Islam itulah mereka memberikan nama untuk anaknya sebagai “Syarifuddin Khalifah”.
Keajaiban berikutnya muncul pada usia 1,5 tahun. Ketika itu, Syarifuddin Khalifah mampu melakukan shalat serta menghafal al-Quran dan Bible. Lalu pada usia 4-5 tahun, ia menguasai lima bahasa. Pada usia itu Syarifuddin Khalifah mulai melakukan safari dakwah ke berbagai penjuru Tanzania hingga ke luar negeri. Hasilnya, lebih dari seribu orang masuk Islam.
b. Kisah Nyata Syarifuddin Mengislamkan Ribuan Orang
Kisah nyata ini terjadi di Distrik Pumwani, Kenya, tahun 1998. Ribuan orang telah berkumpul di lapangan untuk melihat bocah ajaib, Syarifuddin Khalifah. Usianya baru 5 tahun, tetapi namanya telah menjadi buah bibir karena pada usia itu ia telah menguasai lima bahasa. Oleh umat Islam Afrika, Syarifuddin dijuluki Miracle Kid of East Africa.
Perjalanannya ke Kenya saat itu merupakan bagian dari rangkaian safari dakwah ke luar negeri. Sebelum itu, ia telah berdakwah ke hampir seluruh kota di negaranya, Tanzania. Masyarakat Kenya mengetahui keajaiban Syarifuddin dari mulut ke mulut. Tetapi tidak sedikit juga yang telah menyaksikan bocah ajaib itu lewat Youtube.
Orang-orang agaknya tak sabar menanti. Mereka melihat-lihat dan menyelidik apakah mobil yang datang membawa Syarifuddin Khalifah. Beberapa waktu kemudian, Syaikh kecil yang mereka nantikan akhirnya tiba. Ia datang dengan pengawalan ketat layaknya seorang presiden.
Ribuan orang yang menanti Syarifuddin Khalifah rupanya bukan hanya orang Muslim. Tak sedikit orang-orang Kristen yang ikut hadir karena rasa penasaran mereka. Mungkin juga karena mereka mendengar bahwa bocah ajaib itu dilahirkan dari kelarga Katolik, tetapi hafal al-Quran pada usia 1,5 tahun. Mereka ingin melihat Syarifuddin Khalifah secara langsung.
Ditemani Haji Maroulin, Syarifuddin menuju tenda yang sudah disiapkan. Luapan kegembiraan masyarakat Kenya tampak jelas dari antusiasme mereka menyambut Syarifuddin. Wajar jika anak sekecil itu memiliki wajah yang manis. Tetapi bukan hanya manis. Ada kewibawaan dan ketenangan yang membuat orang-orang Kenya takjub dengannya. Mengalahkan kedewasaan orang dewasa.
Kinilah saatnya Syaikh cilik itu memberikan taushiyah. Tangannya yang dari tadi memainkan jari-jarinya, berhenti saat namanya disebut. Ia bangkit dari kursi menuju podium.
Setelah salam, ia memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi. Bahasa Arabnya sangat fasih, diakui oleh para ulama yang hadir pada kesempatan itu. Hadirin benar-benar takjub. Bukan hanya kagum dengan kemampuannya berceramah, tetapi juga isi ceramahnya membuka mata hati orang-orang Kristen yang hadir pada saat itu. Ada seberkas cahaya hidayah yang masuk dan menelusup ke jantung nurani mereka.
Selain pandai menggunakan ayat al-Quran, sesekali Syarifuddin juga mengutip kitab suci agama lain. Membuat pendengarnya terbawa untuk memeriksa kembali kebenaran teks ajaran dan keyakinannya selama ini.
Begitu ceramah usai, orang-orang Kristen mengajak dialog bocah ajaib itu. Syarifuddin melayani mereka dengan baik. Mereka bertanya tentang Islam, Kristen dan kitab-kitab terdahulu. Sang Syaikh kecil mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Dan itulah momen-momen hidayah. Ratusan pemeluk Kristiani yang telah berkumpul di sekitar Syarifuddin mengucapkan syahadat. Menyalami tangan salah seorang perwakilan mereka, Syarifuddin menuntun syahadat dan mereka menirukan: “Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullah.”
Syahadat agak terbata-bata. Tetapi hidayah telah membawa iman. Mata dan pipi pun menjadi saksi, air mata mulai berlinang oleh luapan kegembiraan. Menjalani hidup baru dalam Islam. Takbir dari ribuan kaum muslimin yang menyaksikan peristiwa itu terdengar membahana di bumi Kenya.
Bukan kali itu saja, orang-orang Kristen masuk Islam melalui perantaraan bocah ajaib Syarifuddin Khalifah. Di Tanzania, Libya dan negara lainnya kisah nyata itu juga terjadi. Jika dijumlah, melalui dakwah Syarifuddin Khalifah, ribuan orang telah masuk Islam. Ajaibnya, itu terjadi ketika usia Syaikh kecil itu masih lima tahun.
Para ulama dan habaib sangat mendukung dakwah Syaikh Syarifuddin Khalifah. Bahkan ulama besar seperti al-Habib ali al-Jufri pun rela meluangkan waktunya untuk bertemu anak ajaib yang kini remaja dan berjuang dalam Islam. (Dikutip dari buku Mukjizat dari Afrika, Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang; Syarifuddin Khalifah).
SHARE jika anda suka dengan artikel ini

Senin, 08 Desember 2014

Jumat, 01 Agustus 2014

KHUTBAH JUM'AT (ZAKAT HARAM)

ZAKAT BERMASALAH
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الَّذِي جَعَلَ رَمَضَانَ مِنْ أَفْضَلِ الْأَيَّامِ وَالشُهُوْرِ، وَأَتْبَعَهٗ بِالشَّوَّالِ فِيْهِ عِيْدُ الْفِطْرِ وَالسُّرُوْرُ. أَحْمَدُهٗ عَلَى جُوْدِهٖ بِمَنِّهٖ لِلصَّائِمِيْنَ بِمُضَاعَفَةِ الْأُجُوْرِ. وَيَخْرُجُوْنَ مِنَ الذُّنُوْبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُمْ هَدِيَّةً مِنَ الْعَزِيْزِ الْغَفُوْرِ. فَيَا فَوْزَ مَنِ اسْتَغْرَقَ أَيَّامَهٗ بِامْتِثَالِ الْأَوَامِرِ وَاجْتِنَابِ الْفُجُوْرِ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهٗ لَا شَرِيْكَ لَهٗ الْغَنِيُّ الشَّكُوْرُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ أَفْضَلُ الْمَخْلُوْقَاتِ عَلَى الْإِطْلَاقِ وَأَصْلُ كُلِّ الْمَأْثُوْرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هٰذَا النَّبِيِّ الْڪَرِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالَّذِي جَاءَ بِالْهِدَايَةِ وَالنُّوْرِ. وَعَلَى أٰلِهٖ وَأَصْحَابِهٖ الْمُشَبَّهِيْنَ فِي الْاِهْتِدَاءِ بِالْأَنْجُمِ الزُّهُوْرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْإِخْوَانُ، اِتَّقُوا اللهَ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِ. وَقَالَ اللهُ تَعَالَى وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ: وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) أل عمران. 
Hadirin sidang Jum’at  . رحمكم الله
Bulan ini adalah bulan Syawal, dimana eksistensi kita dipertaruhkan setelah apa yang kita kerjakan selama Romadlon. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjaga dan meningkatkan kuwalitas Iman dan Taqwa kita pada Allahسبحانه وتعالى, baik secara rahasia maupun terang-terangan. Allahسبحانه وتعالى Berfirman dalam surat Ali ‘Imron ayat: 133-134:
وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) أل عمران. 
“Dan bergegaslah menuju Ampunan dari Tuhanmu, dan Syurga yang lebarnya selebar langit dan Bumi, yang disiapkan untuk orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) Mereka yang senantiasa berinfaq (berbagi) dalam suka dan duka, dan menahan diri dari amarah, dan memaafkan dari (kesalahan) manusia. Dan Allah Mencintai orang-orang yang berbuat baik (Ihsan).”
Hadirin sidang Jum’at  . رحمكم الله
Akhir-akhir ini, marak terjadi sistem baru dalam pembagian Zakat, dimana si pemberi Zakat mengundang para Faqir miskin untuk datang ke rumahnya. Mereka datang berbondong-bondong dan rela berdesak-desakan hanya demi lembaran rupiah yang kalau ditimbang nilainya tidaklah sebanding dengan resiko yang mereka hadapi. Tak jarang dari mereka yang jatuh pingsan bahkan meregang nyawa akibat keangkuhan dari si kaya. Ya, keangkuhan yang menyebabkan ia enggan untuk mendatangi mereka dalam menyelesaikan tugas kewajibannya menunaikan Zakat.
Sungguh fenomena tragis yang memalukan, menghinakan sekaligus mencoreng citra Islam di mata dunia. Fenomena yang lahir akibat kurangnya pemahaman agama, atau mungkin akibat ego dan kesombongan karena ia merasa paling hebat. Ia seakan merasakan kepuasan yang tiada tara melihat kehinaan para kaum Dlu’afa yang datang berkumpul, berdesak-desakan dalam antrian, merintih panas dan perih dalam terik mentari, menjerit sakit bahkan bertaruh nyawa dalam himpitan orang banyak. Rasa bangga kala menyaksikan mereka yang saling berebut meraih lembaran hina yang ia berikan. Padahal, yang ia keluarkan adalah kewajibannya yang harus dipenuhi. Mereka yang diberi adalah perwakilan dari Allah untuk meluluskan kewajiban tersebut. Dan dari mereka datangnya balasan Allah atas kewajiban yang telah dipenuhi. Andai tanpa adanya faqir miskin, mungkinkah si kaya akan bisa menunaikan kewajibannya untuk berzakat?
Hadirin sidang Jum’at  . رحمكم الله
Marilah sejenak kita bertafakkur, mempelajari, dan memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kita keluarkan Zakat, itu semata-mata suatu kewajiban yang akan berdampak positif bagi diri dan harta kita. Zakat membersihkan hati dari sifat kikir, gila harta, dan sifat-sifat lain yang tercela. Zakat membersihkan harta kita dari kekotoran bahkan bisa menjadikan taraf ekonomi kita semakin meningkat. Zakat mendatangkan pahala yang akan menjadi bekal kita untuk masuk ke dalam SyurgaNya. Dan masih banyak Hikmah-hikmah lain dari Zakat dan Shodaqoh yang semua itu takan dapat kita raih tanpa adanya Duta Allah yaitu kaum Dlu’afa`.
Kalau kita mau merenung, mereka memang butuh pemberian kita, namun perlu kita ingat, dari mereka datang balasan Allah yang jauh lebih baik dari apa yang kita berikan. Apa yang kita berikan pada mereka tidaklah sebaik apa yang mereka bawa dari Allah. Cobalah kita sadar, siapa sebenarnya yang lebih butuh: Kita yang berharap balasan Allah yang tiada tara, ataukah mereka yang berharap secuil dari kelebihan kita? Siapa sebenarnya yang lebih baik: Kita yang berzakat dan bershodaqoh yang tidak seberapa, ataukah mereka yang membawa balasan dari Allah? Oleh karenanya Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَا الْمُعْطِي مِنْ سَعَةٍ بِأَفْضَلَ مِنَ الْأخِذِ إِذَا كَانَ مُحْتَاجًا. أخرجه: الطبراني عن ابن عمر، وأبو نعيم في الحلية عن أنس.
“Tidaklah orang yang memberi dari kelapangan rizqi (karena mampu) itu lebih baik dari orang yang mengambil (menerima) apabila ia butuh (karena tidak mampu).” HR: ATTHOBRONI dari IBNU ‘UMAR, dan ABU NA’IM dari ANAS.
Kalau kita mau memahami dan menyadari Hadits Nabi tersebut, maka kita akan tahu siapa sebenarnya yang harus datang: Kita atau mereka? Oleh karena itu, dalam Zakat ada istilah ‘Amil. ‘Amil adalah orang yang dipercaya untuk mengumpulkan Zakat, mendata mereka yang berhak menerima Zakat, dan menyalurkannya pada mereka. Bukannya memanggil mereka untuk datang berbaris, antri, dan berdesak-desakan. Inikah cara kita memperlakukan orang yang membawa balasan lebih dari Allah? Dimana etika kita terhadap Duta Allah?
Hadirin sidang Jum’at  . رحمكم الله
Marilah kita mencoba menghayati penggalan firman Allah dari surat Al-Baqoroh ayat 264:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أٰمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian merusak Shodaqoh kalian dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti.”
Di antara mengungkit-ungkit pemberian adalah menyebut-nyebut apa yang kita berikan yang bisa membuat orang yang kita beri menjadi malu. Di antara menyakiti dengan pemberian adalah mencela, meremehkan, dan menghinakan orang yang kita beri. Dua faktor inilah yang menjadikan musnahnya Zakat dan Shodaqoh kita, dan menjadi penghalang masuknya kita ke dalam Syurga, bahkan menyeret kita ke dalam api neraka. Seperti yang diingatkan oleh Rosululloh صلى الله عليه وسلم:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنَّانٌ، وَلَا عَاقٌّ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ. أخرجه: النسائي عن ابن عمرو.
“Tidak akan masuk Syurga orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, tidak juga orang yang durhaka terhadap orang tua, dan tidak juga orang yang suka minum arak.” HR: ANNASA`I dari IBNU ‘UMAR.
Jangan sampai tujuan Zakat yang semula untuk pemerataan sosial beralih fungsi menjadi penghinaan massal dan menjatuhkan status sosial. Ironisnya, meski korban nyawa kerap terjadi, praktek Zakat semacam ini seakan menjadi trend masa kini. Dari tahun ke tahun kejadian yang sama terus dan terus terulang kembali. Himbauan pemerintah dan sebagian ‘Ulama seakan tak mereka gubris. Tanpa sadar mereka telah memasuki ranah Haram dan terperangkap dalam jebakan Syethan. Semoga di masa yang kan datang, TRAGEDI ZAKAT BERDARAH jangan sampai terulang kembali.
Tujuan baik, akibat pelaksanaannya yang salah, apalagi didasari oleh sikap tak terpuji, bisa menjerumuskan seseorang ke dalam lembah kemungkaran. Syethan laknat tak pernah berhenti menyusun strategi dan tipu muslihat dalam menyesatkan umat manusia. Oleh karena itu, untuk mencapai kesempurnaan amal, kita harus menyatukan tiga unsur yang kita kenal dengan Rukun Agama, yaitu: IMAN, ISLAM dan IHSAN. IMAN adalah landasan utama untuk menata niat dan tujuan kita. ISLAM adalah prosedur atau aturan-aturan yang harus kita penuhi dalam beramal. Dan IHSAN adalah penyempurna sekaligus pelindung amal dari kerusakan.  
إِنَّ أَصْدَقَ الْڪَلَامِ وَخَيْرَ الْمَقَالِ، كَلَامُ اللهِ الْعَزِيْزِ الْمُتَعَالِ، وَخَيْرَ الْمُسْتَمِعِ مَنْ أَنْصَتَ وَمَالَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى وَبِقَوْلِهٖ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ: وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْأٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّڪُمْ تُرْحَمُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ وَّاللهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَّلَا أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (262) قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَّمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَّتْبَعُهَا أَذًى وَّاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (263) البقرة.
“Perumpamaan mereka yang membelanjakan hartanya di jalan Allah (sesuai aturan Allah) bagaikan sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, yang di setiap tangkainya terdapat seratus biji. Dan Allah akan Melipat gandakan bagi mereka yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. Mereka yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengikut sertakan apa yang mereka belanjakan dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti, (maka) bagi mereka pahala mereka di sisi Tuhan mereka. Tiada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan bersusah hati. Ucapan yang baik dan mengampuni (memaafkan orang lain) itu lebih baik dari pada Shodaqoh yang diikuti dengan menyakiti. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Pemurah.” Al-Baqoroh ayat 261-263.  

وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ


الخطبة الثانية فى ڪل الجمعة
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي جَعَلَ يَـوْمَ الْجُمْعَةِ مِنْ أَفْضَلِ الْأَيَّامِ وَالْأَعْيَادِ. وَخَصَّهٗ بِسَاعَةِ نِالدُّعَاءُ فِيْـهَا مُجَابٌ مَّسْمُوْعٌ لِّلْحَاضِرِ وَالْبَادِ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهٗ لَا شَرِيْكَ لَهٗ. رَبُّ الْعِبَادِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ. أَشْرَفُ الْعُّـبَّادِ وَالزُّهَّادِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ، عَلَى نَبِيِّكَ الْڪَرِيْمِ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالْهَادِيْ إِلَى سَبِيْلِ الرَّشَادِ. وَعَلَى أٰلِهٖ الطَّاهِرِيْنَ. وَأَصْحَابِهٖ الْمُخْتَارِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَـوْمِ التَّنَادِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّـهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ لَيْلًا وَّنَـهَارًا. وَاذْكُـرُوْهُ ذِكْـرًا كَـثِيْرًا. وَأَڪْثِرُوْا مِنَ الصَّلَاةِ عَلَى نَبِيِّهٖ يُعَظِّمْكُمْ بِـهَا أَجْرًا. وَقَالَ تَعَالَى مُخْبِرًا لَّـكُمْ وَأٰمِرًا: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَـتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّـهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَـمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْـرَاهِيْمَ وَعَلَى أٰلِ سَيِّدِنَا إِبْـرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَـمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْـرَاهِيْمَ وَعَلَى أٰلِ سَيِّدِنَا إِبْـرَاهِيْمَ. فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ. وَصَلِّ اللّٰهُمَّ عَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَائِڪَتِكَ الْمُقَـرَّبِيْنَ، وَعَلَى أَهْلِ طَاعَتِكَ أَجْمَعِيْنَ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنْ أَهْلِ الْخِلَافَةِ وَمُسْتَحِقِّهَا بِالتَّحْقِيْقِ، أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدِنَا أَبِيْ بَڪْرِ نِالصِّدِّيْقِ. وَعَنِ الْحَلِيْمِ الْأَوَّابِ، النَّاطِقِ بِالصَّوَابِ، أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدِنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ. وَعَنْ ذِيْ النُّوْرَيْنِ وَالْبُرْهَانِ، جَامِعِ سُوَرِ الْقُـرْأٰنِ، أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدِنَا عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ. وَعَنْ لَّيْثِ بَـنِيْ غَالِبٍ، إِمَامِ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ، أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدِنَا عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ. وَعَنِ السِّتَّةِ الْبَرَرَةِ، الَّذِيْنَ هُمْ تَمَامُ الْعَشَرَةِ، وَعَنْ سَيِّدَةِ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ، فَاطِمَةَ بِنْتِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ. وَعَنِ السَّيِّدَيْنِ الْـكَرِيْـمَيْنِ، الْقَمَرَيْنِ النَيِّرَيْنِ، أَبِيْ محُمَدَّ نِالْحَسَنِ وَأَبِيْ عَبْدِ اللهِ الْحُسَيْنِ. وَعَنْ بَقِـيَّةِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَـيْنَنَا وَبَـيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ. وَأَصْلِحِ اللّٰهُمَّ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَأُمَرَاءَنَا وَقُضَّاتَـنَا، وحُڪَّامَنَا وَعُلَمَاءَنَا، صَلَاحًا تَامًّا وَاجْعَلْنَا هَادِيْنَ مُهْـتَدِيْنَ. اَللّٰـهُمَّ أَصْلِحْ مَنْ فِيْ صَلَاحِهٖ صَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ. وَأَهْلِكْ مَنْ فِيْ هَلَاكِهٖ صَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْبَلَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَجَمِيْعَ الْأَمْرَاضِ وَمَوْتَ الفَجْأَةِ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ، وَالْقَحْطَ وَالْجَدْبَ، وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هٰذَا خَاصَّةً، وَّمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْـكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَـوْمِ الدِّيْنِ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَنَا أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ هٰذِهٖ الْبَلْدَةَ بَلْدَةً طَيِّبَةً، أٰمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً رَّاخِيَةً، تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكَامُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ. اَللّٰهُمَّ اقْضِ حَاجَاتِنَا يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ، وَأَجِبْ دَعَوَاتِنَا يَا مُجِيْبَ الدَّعَوَاتِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ، وَإِيْتَائِ ذِى الْقُرْبَى وَيَـنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْڪَرِ وَالْبَغْيِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّڪُمْ تَذَڪَّرُوْنَ. فَاذْڪُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْڪُرْكَمْ. وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نَعْمَائِهٖ يَـزِدْكُمْ. وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهٖ يُعْطِكُمْ. وَلَذِكْـرُ اللهِ أَڪْبَرُ.