Pasang BENNER dan dapatkan dolar tiap kunjungan. Mau...? klik DI SINI

Referral Banners

Minggu, 30 Maret 2014

SOSIALISASI DALAM PANDANGAN ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم
( INDAHNYA KEHIDUPAN SOSIAL )
Manusia sebagai “Makhluk Sosial” memiliki beragam cara dan tradisi dalam bergaul dan memperlakukan sesama mereka. Antara satu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain, mempunyai ciri khas tersendiri dalam bergaul. Panutan kita Baginda Rosul صلى الله عليه وسلم adalah sosok yang sangat baik dalam bergaul. Cara beliau bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya tak perlu diragukan lagi. Beliau tak pernah mencela makanan apapun, tak pernah membentak pembantu siapapun, dan tak pernah berlaku kasar terhadap perempuan manapun. Beliau sangat menghormati siapapun yang memiliki kelebihan. Kasih sayangnya terhadap umatnya melebihi kasih sayang orang tua terhadap anaknya.
Lantas, bagaimanakah cara kita bergaul dengan orang-orang sekitar menurut tuntunan Allah dan RosulNya?

Kalau kita berbicara tentang bagaimana cara Baginda Rosul صلى الله عليه وسلم bergaul dengan orang-orang di sekitarnya, takan pernah cukup waktu untuk menggali dan mempelajarinya. Secara technical, beliau bergaul dengan tradisi dan budaya Bangsa Arab yang disempurnakan dengan cara Islam mengunakan batasan-batasan tertentu. Islam tak pernah mempermasalahkan tradisi dan budaya Bangsa manapun selama tidak melanggar batasan-batasan tersebut. Dan diantara batasan-batasan Islam dalam bergaul adalah Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Turmudzi, dan Hakim, dari Shohabat Ibnu ‘Amr:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَـرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang yang lebih kecil (muda/rendah) diantara kami, dan tidak mengetahui kemuliaan orang yang lebih besar (tua/tinggi) diantara kami.”
Rosul tidak menyuruh kita mengangkat tangan kala bertemu orang lain (seperti cara orang barat menyapa). Atau menyuruh kita membungkukkan badan (seperti cara orang Jepang/Cina). Atau menyuruh kita menyilangkan tangan di dada (seperti cara orang India). Dan tidak pula menyuruh kita menyilangkan tangan di depan wajah sambil membungkuk (seperti cara orang Jawa). Rosul hanya menyuruh kita menyayangi yang lebih kecil (muda/rendah) dan menghormati yang lebih besar (tua/tinggi). Terserah bagaimana caranya, selama tidak melanggar batasan-batasan Islam yang lain. Tidak dibenarkan kita menghormati orang lain dengan cara bersujud seperti cara kita mengagungkan Allah dalam Sholat. Dan tidak dibenarkan pula kita menyayangi orang lain dengan cara semisal memberinya makanan yang tidak layak.
Besar, kecil, tua, muda, tinggi, dan rendah seseorang tidak dibatasi umur, pangkat, atau kedudukan. Bisa jadi seseorang memiliki kekurangan dari satu sisi, namun memiliki kelebihan di sisi lainnya. Hendaknya kelebihan dari seseorang tersebut menjadi acuan kita dalam bergaul. Suatu contoh: kala kita bertemu dengan orang yang umurnya jauh lebih muda dari kita, mungkin seumuran anak atau bahkan cucu kita, namun dia memiliki kelebihan dalam hal ilmu pengetahuan, atau dia adalah putra, cucu, atau keluarga guru kita, atau seandainya dalam kedudukan keluarga dia memiliki kelebihan semisal paman atau kakak sepupu, maka hormatilah dia. Begitupun dikala kita bertemu dengan orang yang kemampuan secara ilmiahnya jauh dibawah kita, murid atau umat kita, atau dalam kedudukan dia lebih rendah dari kita semisal keponakan atau adik sepupu, namun umurnya lebih tua dari kita, maka hormatilah dia.
Sebaliknya, kalau kita memandang seseorang dari sisi kekurangannya, semisal beranggapan: walaupun dia Ustadz atau kiyai, tapi umurnyakan jauh dibawah saya, atau: dia kan adik/keponakan saya, atau: diakan rakyat saya, dan seterusnya, maka yang lahir adalah sifat merendahkan yang tumbuh dalam hati kita. Allah sendiri tak pernah memanggil Baginda Rosul صلى الله عليه وسلم dengan menggunakan namanya semisal: Yaa Muhammad! atau Yaa Ahmad! Mengingat kelebihan yang Allah berikan padanya. Dalam Al-Qur`an Allah memanggil beliau dengan gelar yang disandangnya semisal: Yaa Ayyuhannabiy! Yaa Ayyuharrosuul! Hendaknya hal ini dijadikan bahan renungan dan pelajaran untuk kita.
Dikala bertemu dengan orang yang tersesat, atau mungkin akhlaknya sudah rusak, maka jangan hinakan dia atau membencinya. Kita justru harus mengasihani dan menyayanginya dengan cara mendekati dan membimbingnya menuju jalan yang benar.
Alangkah indahnya hidup ini andai kita bisa saling menghormati dan saling menyayangi, bukan malah saling meremehkan atau saling membenci.

Oleh Abi Kayis Al-Mahdawy

Semoga bermanfa’at.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar